Bisnis Online

Latest News

Daftar Menu

Kaltim Pasca Migas

Tuesday, November 2, 2010 , Posted by " at 1:28:00 PM

Kalimantan Timur adalah surga bumi. Kekayaan alam yang dikandungnya melimpah ruah, mulai dari daratan sampai lautan. Dengan luas wilayah 20.867.774 Ha atau 1,5 lebih luas dari pulau Jawa ditambah pulau Madura, Provinsi benua etam ini menjadi sangat seksi baik secara ekonomi maupun secara politik. Secara Ekonomi, dengan potensi sumberdaya alam yang dimilikinya, khususnya potensi minyak dan gas (migas) serta batubara, Kalimantan timur menjadi harta karun yang senantiasa dikejar-kejar oleh para pemilik modal. Secara politik, provinsi ini menjadi lahan sengketa khususnya oleh elite-elite pusat untuk dijadikan pundit-pundi dalam rangka membiaya aktifitas politiknya. Kolusi atau kerja sama yang “harmonis” antara elite Jakarta dan elite politik local dalam praksisnya ternyata hanya meninggalkan luka di hati masyarakat Kaltim.


Berdasarkan data Bappeda Kaltim, potensi sumberdaya alam yang dikandung oleh bumi etam, diantaranya, potensi cadangan minyak bumi mencapai 1,78 Milyar barel atau 13 % dari total cadangan nasional. Diperkirakan potensi minyak bumi ini masih bisa dieksploitasi sampai 15 tahun kedepan. Cadangan gas alam tercatat sekitar 51,3 trilyun kaki kubik atau setara 30% cadangan gas alam nasional. Produksi gas alam tercatat sekitar 1,134 milyar kaki kubik pada tahun 1998 dan pada tahun 2002 mencapai 1.648 milyar kaki kubik. Diperkirakan potensi gas alam tersebut masih bisa dikelolah 20-30 tahun kedepan. Potensi batubara mencapai 22 milyar ton dan yang baru dieksploitasi baru sekitar 400 juta ton. Diperkirakan cadangan emas hitam ini masih bisa dikelolah 40-50 tahun kedepan. Potensi disektor kehutanan yang luasnya mencapai 14.805.582 Ha, terdiri atas hutan lindung sekitar 2,9 juta Ha, hutan produksi sekitar 9,6 juta Ha dan hutan konservasi sekitar 2,1 juta Ha. Potensi lainnya adalah emas yang mencapai 60,50 juta ton.

Disamping potensi tersebut diatas, yang selama ini menjadi primadona, Kalimantan Timur juga masih menyimpan potensi di sektor Kelautan-Perikanan, sektor Pertanian dan sektor perkebunan. Luas wilayah perairan laut yang membentang dari kab. Nunukan di Utara sampai Kab. Paser mencapai 98.000 km2 dan Perairan umum (danau, sungai, rawa) mencapai 2.773.937 Ha.

IRONI KALTIM
Dengan potensi kekayaan alam yang melimpah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang tinggi, bukan berarati Kaltim tidak memiliki permasalahan krusial, seperti halnya menyangkut kemiskinan yang tinggi, pengangguran, pelayanan publik yang buruk, Sumberdaya manusia (SDM) yang rendah, infrastruktur.pembangunan yang memprihatinkan. APBD Kaltim tahun 2007 diperkirakan mencapai 5 trilyun lebih, meningkat dibandingkan APBD tahun sebelumnya sekitar 3,588 Trilyun. Sedangkan 13 Kab/kota di Kaltim rata-rata memiliki APBD diatas 750 Milyar, bahkan Kab. Kutai Kartanegara, APBDnya mencapai 3,2 Trilyun, APBD tertinggi tingkat kabupaten di Indonesia. Anehnya, dengan APBD sebesar itu ternyata, kab. Kutai Kartanegara pun menempatkan dirinya sebagai kabupaten tertinggi angka kemiskinan dan putus sekolahnya di Kaltim. Sungguh ironis!
Untuk Provinsi kaltim sendiri, berdasarkan data statistik tahun 2005, dari jumlah penduduk Kaltim yang mencapai 2.957.465 orang, 561.287 orang di antaranya tergolong warga miskin.

Artinya, tingkat kemiskinan di Kaltim mencapai 18,98 persen. Angka kemiskinan ini rata-rata meningkat 3,9 persen tiap tahunnya. Pihak pemerintah senantiasa menuding bahwasanya pendatang dari luar Kaltim yang membebani dan menambah angka kemiskinan. Kenyataan ini mungkin perlu diklarifikasi lebih jauh, mengingat senantiasa kita mendengar keluhan dari para investor atau perusahaan tentang rendahnya kualitas SDM masyarakat Kaltim.

Pada sektor pelayanan publik, hampir semua kab/kota di Kaltim mengalami kasus yang sama, mengalami krisis air bersih dan listrik. Ini juga ironi!. Kaltim yang memiliki banyak Daerah Aliran Sungai (DAS), dengan dukungan anggaran yang lebih dari cukup tidak mampu menyediakan kebutuhan dasar masyarakat. Hampir setiap tahun, masyarakat mengalami krisis air bersih. Anehnya, sampai hari ini pun tidak ada langkah-langkah yang significant dari pihak pemerintah Kaltim maupun pemerintah kab/kota yang secara serius untuk mencari solusi dari permasalahan yang cukup akut ini.
Akan halnya dengan krisis listrik. Kaltim yang terkenal sebagai lumbung migas dan batubara ternyata mengalami krisis listrik. Hampir setiap hari terjadi pemadaman listrik. entah berapa banyak kerugian masyarakat, cost produksi perusahaan meningkat akibat penggunaan genset. Tapi, anehnya, walaupun krisis listrik ini sudah bertahun-tahun, sampai hari ini hanya menjadi wacana pinggiran, tidak dianggap sebagai masalah krusial yang membutuhkan penanganan serius. Aneh bin ajaib!.

Pada aspek pembangunan manusia, Kaltim juga masih terseok-seok, diakibatkan tidak adanya grand design dalam menata dan mengembangkan pendidikan yang berkualitas. Berdasarkan data tahun 2005 di semua jenjang pendidikan, jumlah anak yang putus sekolah se-Kaltim masih mencapai 2.656 orang. Angka ini diperkirakan semakin meningkat, mengingat sampai sekarang belum ada tanda-tanda perbaikan. Yang ada hanyalah slogan, seperti anggaran pendidikan 20 % dari APBD. Asumsinya, dengan anggaran sebesar itu SDM Kaltim bisa ditingkatkan. Logika yang sangat keliru, mengingat Pendidikan bukan hanya menyangkut pendanaan, tetapi sebuah sistem, dimana berhubungan dengan aspek kelembagaan, kurikulum, metodologi pengajaran, dan infrastruktur pendidikan. Artinya, untuk membenahi kondisi pendidikan di Kaltim mesti dilakukan secara menyeluruh, terpola dan integratif. Dan ini bukan hanya menyangkut anggaran yang memadai, tetapi membutuhkan visi kedepan dan komitemen khususnya dari pemerintah daerah untuk menjaga agar kebijakan yang diambil bisa berjalan secara konsekuen.

Rendahnya kualitas pendidikan berimplikasi pada meningkatnya angka pengangguran yang sekarang ini mencapai 9,4 %, tertinggi di bandingkan dengan provinsi di Kalimantan. Perusahaan-perusahaan senantiasa mengeluhkan rendahnya kualitas SDM dari masyarakat Kaltim, sehingga demi menjaga produkstifitas, perusahaan tidak memiliki pilihan lain kecuali mendatangkan tenaga kerja dari luar Kaltim.

Degradasi lingkungan, akibat dari eksploitasi sumberdaya alam secara serampangan (pembabatan hutan) menjadi ancaman bagi suistinabilitas pembangunan. Setiap tahun banjir menjadi momok dan menghantui masyarakat. Jika diamulasi, ratusan Milyar rupiah sudah dikeluarkan untuk penanggulangannya, tetapi sampai hari ini pun persoalan banjir belum selesai. Bahkan kota Balikpapan yang secara geografis adalah daerah perbukitan, dan memiliki beberapa daerah aliran sungai (DAS) telah menjadi langganan banjir setiap musim hujan. Ironi Pembangunan!

Bukan bermaksud untuk melakukan simplifikasi terhadap persoalan yang dihadapi oleh Kaltim, tetapi realitas menunjukkan bahwa berbagai persoalan tersebut diatas akan bertambah parah jika tidak ada upaya serius untuk menyelesaikannya. Bahwa dengan dukungan finansial yang ada semestinya bisa digunakan atau diinvestasikan untuk kepentingan Kaltim pasca migas, mengingat migas tergolong sumberdaya alam yang tidak dapat diperbarui.


Pasca Migas, apa?
Pertanyaan ini, bukanlah pertanyaan sederhana. Kompleksitas persoalan membutuhkan kepekaan dan kerja keras khusunya dari aparat penyelenggara pemerintahan Kaltim. Ketergantungan Perekonomian Kaltim pada sektor migas dan sumber daya mineral lainnya begitu tinggi. Data BPS Kaltim, menunjukkan nilai ekspor Kaltim tahun 2006 mencapai USD 16,26 miliar atau mengalami kenaikan 13,90 persen dibanding ekspor tahun 2005. Kenaikan ekspor tahun 2006 disebabkan kenaikan ekspor migas sebesar 7,23 persen yaitu dari USD 10.822 juta menjadi USD 11.604,9 juta. Sementara ekspor non migas mengalami peningkatan 34,78 persen dari USD 3.455,5 juta menjadi 4.657,3 juta. Selama kurun waktu tujuh tahun terakhir, sektor migas masih merupakan primadona ekspor ke berbagai negara di dunia. Hal ini dapat dilihat dari besarnya peranan sektor migas terhadap pembentukan nilai ekspor dari tahun ke tahun, selalu di atas 70 persen, dan pada tahun 2006 sebesar 71,36 persen dari total ekspor.
Berdasarkan data BPS Kaltim, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kaltim sebagai salah satu indikator perekonomian menunjukkan selama triwulan 1 tahun 2006 perkembangannya cukup stabil. Besar PDRB atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan, baik migas maupun nonmigas masih mengalami peningkatan. PDRB triwulan I (Januari-Maret) 2006 atas dasar harga berlaku mencapai Rp40,4 triliun, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama triwulan 1, yang mencapai Rp37,7 triliun.

Bila dilihat dari harga konstan 2000, PDRB triwulan I 2006 sebesar Rp23,6 triliun, sedangkan PDRB triwulan IV 2005 mencapai Rp23,3 triliun, ini bisa disebutkan pertumbuhan PDRB triwulan I terhadap triwulan IV tahun 2005 sebesar 1,05 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Kaltim triwulan I tahun 2006 masih positif mencapai 0,01 persen.
Meski naik, namun pertumbuhan ini bisa disebutkan melambat. Hal ini disebabkan menurunnya pertumbuhan sektor industri pengolahan sebesar negatif 6,98 persen, dibanding triwulan I tahun 2005 yang tumbuh 6,90 persen. Menurunnya sektor industri pengolahan di triwulan I ini akibat dampak dari menurunnya pertumbuhan subsektor industri pengolahan migas yang triwulan I tahun 2006 negatif 7,37 persen, lebih rendah bila dibandingkan triwulan I tahun 2005 yang 7,34 persen.

Selain itu, industri tanpa migas, yaitu perkayuan menurun sangat tajam. Pada triwulan I ini penurunan mencapai negatif 35,15 persen. Padahal komponen ini jadi primadona Kaltim. Tak ketinggalan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan juga menurun negatif 6,35 persen. Sama halnya dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang mengalami pertumbuhan yang lamban namun positif mencapai 0,54 persen. Belum lagi sektor listrik yang pertumbuhannya turun mencapai 6,81 persen.

Pertumbuhan ekonomi yang lambat, sebenarnya merupakan signal bagi lesuhnya perekonomian Kaltim. Walaupun terjadi kenaikan nilai ekspor khususnya dari sektor migas, tetapi secara keseluruhan kinerja perekonomian Kaltim cukup memprihatinkan.
Apalagi jika melihat Kondisi perekonomian 13 Kab/Kota Di Kaltim yang penggerak utamanya adalah konsumsi pemerintah lewat APBD. Keterlambatan DPRD mengetuk palu APBD, mengakibatkan perekonomian tidak jalan. Kondisi ini bisa dilihat dari sepinya pasar dan tempat-tempat keramaian dimana terjadinya transaksi seperti terminal atau pelabuhan penyeberangan. Kondisi perekonomian seperti ini diperparah dengan kurangnya sensitifitas dari anggota legislatif daerah untuk mempercepat proses pembahasan dan penetapan APBD.

SAATNYA BERBENAH DIRI
Pelan tapi pasti, perekonomian Kaltim kedepan akan semakin suram, jika masih tetap mengandalkan pertumbuhannya pada sektor migas. Sehingga mau tidak mau, Kaltim mesti berbenah diri untuk menghadapi pasca migas. Dalam konteks ini, beberapa langkah yang perlu diambil, diantaranya : Pertama, Menghadirkan kesadaran kolektif dalam alam bawah sadar seluruh komponen masyarakat khususnya para elite-elite Kaltim (perumus dan pengambil kebijakan) bahwa, migas adalah sumberdaya yang tidak bisa diperbarui. Hal ini penting, mengingat tanpa adanya kesadaran seperti itu, Kaltim akan senantiasa terlena dan terbuai oleh manisnya migas. Kaltim mesti bangun dari mimpi indahnya. Kaltim mesti beranjak dari alam surga, membuka mata dan melihat realitas sesungguhnya. Kedua, menggerakkan sektor potensial lainnya diluar Migas. Sektor Partanian, Perkebunan dan Perikanan merupakan sektor yang memiliki potensi yang cerah untuk dikembangkan dan bisa diharapkan untuk menggantikan posisi migas dalam menunjang perekonomian Kaltim kedepan.

Sektor Pertanian misalnya, dari luas areal 2,60 juta Ha yang terdiri atas lahan sawah seluas 856.194 Ha dan lahan kering seluas 1.743.885 Ha, yang telah dimanfaatkan baru mencapai 27% untuk lahan persawahan dan 23% lahan kering. Jika sector peratanian ini bisa ditingkatkan produktifitasnya dengan memanfaatkan luas lahan yang ada, maka kaltim tidak perlu lagi mendatangkan beras dari luar untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Mengingat selama ini, sekitar 30 % kebutuhan beras Kaltim masih dipenuhi oleh daerah luar seperti Jawa dan sulawesi selatan. Bahkan sangat mungkin, jika ada optimaslisasi produktifitas, daerah ini bisa menjadi salah satu lumbung pangan nasional.

Akan halnya dengan sector perkebunan. Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan termasuk usaha perkebunan yakni seluas 5,32 juta ha. Dari luasan itu, yang telah dimanfaatkan, khususnya untuk perkebunan sawit, mencapai 3,146 juta Ha. Artinya masih ada sekitar 2 juta Ha lebih lahan yang bisa digunakan untuk mengembangkan sektor ini. Selain tanaman sawit, tanaman lain yang potensial untuk dikembangkan adalah karet, kelapa, kopi, lada, cengkeh, coklat, panili dll.

Demikian juga dengan sector perikanan Kaltim. Wilayah pesisir dan laut Propinsi Kalimantan Timur mempunyai potensi sumber daya alam hayati dan non-hayati yang yang cukup beragam dan berlimpah sehingga merupakan salah satu sektor yang berpeluang untuk dikembangkan. Kegiatan perikanan merupakan kegiatan budidaya teperbaharui dan menghasilkan komoditi yang berskala luas. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov Kaltim, hingga kini tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan laut diprakirakan masih berkisar 40% dari potensi yang ada, sedang perikanan di perairan umum sekitar 20,40%; budidaya tambak sekitar 36%; dan budidaya air tawar sekitar 2,64% dari potensi yang ada. Sedangkan potensi sektor perikanan Kaltim diprakirakan sebesar 339.998 ton; dimana perikanan laut diprakirakan sebesar 139.200 ton; perairan umum sebesar 69.348 ton; budidaya tambak sekitar 122.450 ton; dan budidaya air tawar sekitar 9.000 ton. Dengan jumlah nelayan dan pembudidaya ikan sekitar 200 ribu orang, maka sector ini bisa dijadikan sector andalan pembangunan pasca migas.
Selain ketiga sector tersebut diatas, sector parawisata kaltim juga memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Beberapa obejek wisata baik wisata budaya maupun wisata bahari, seperti kepulauan derawan di Berau, adalah harta karun yang menunggu tangan-tangan kreatif untuk menjamahnya.

Ketiga, Adanya regulasi kebijakan yang konsekuen untuk mendukung pengembangan sector-sektor potensial tersebut. Hanya saja, jangan sampai kasus perkebunan sawit sejuta hektar terjadi lagi, sehingga kebijakan yang awalnya ideal, berubah menjadi musibah politik.
Pepatah bijak mengatakan Tidak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu yang mulia, Sebelum daerah ini menangis darah”. Ayo Kaltim, Semangat!.

Currently have 2 komentar:

Leave a Reply

Post a Comment

Pesan dan Komentar Anda

TV Lokal